Berau, Derap News.com –
Rencana tukar guling jalan provinsi padaJalan Poros Sambaliung-Suaran Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur ( Kaltim) oleh PT.Berau Coal, menuai polemik dari berbagai kalangan.
Jika Pemprov merespons dan DPRD Kaltim menyetujui rencana tukar guling atas Jalan Poros Sambaliung-Suaran yang berstatus sebagai jalan provinsi, maka patut diduga ada potensi bahwa pemerintah dan DPRD lebih mementingkan kepentingan perusahaan daripada kepentingan rakyat.
Rencana pengalihan jalan nasional tersebut menjadi sebuah hal yang menarik perlu dipertimbangkan dengan seksama. Karena seyogyanya pemerintah dan DPRD bertindak dengan transparan, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kepentingan rakyat.
Apabila jalan tersebut dipindahkan dengan alasan untuk jalur crossing hauling PT Berau Coal, sehingga masyarakat tidak lagi melewati jalan karena risiko crossing hauling.
Sementara disatu sisi ada ratusan bahkan ribuan warga masyarakat jadi korban karena akan susah mendapat akses, tentunya pemerintah dan DPRD tidak harus tunduk pada kepentingan perusahaan. Sebab kepentingan rakyat diatas segalanya.
Pemerintah memiliki kewajiban untuk menegakkan hukum dan peraturan yang berlaku, termasuk peraturan yang melindungi hak-hak rakyat dan lingkungan.
Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan keamanan. Pemerintah harus memastikan bahwa hak-hak dasar rakyat, seperti hak atas lingkungan hidup, hak atas pekerjaan, dan hak atas perumahan, terlindungi.
Menurut salah seorang tokoh masyarakat yang tidak ingin namanya di publis kepada Derap News.com menuturkan, merasa heran dengan DPRD. Yang memberi lampu hijau pada rencana penukaran jalan tersebut. Padahal ada perda yang melarangnya.
Dalam ketentuan Pasal 6 Ayat (1) Perda 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batubara. Ditegaskan secara eksplisit bahwa, ‘Kegiatan pengangkutan batubara atau hasil perkebunan kelapa sawit, dilarang melewati jalan umum’.
“Artinya, perusahaan tambang harus buat jalannya sendiri. Tidak boleh seenaknya mengambil alih jalan umum yang notabene memiliki fungsi sosial untuk publik.”
Dikatakannya, kewajiban membuat jalan sendiri itu, kembali ditegaskan dalam Pasal 7 Ayat (1) dalam perda yang sama. Bunyinya, ‘Setiap perusahaan pertambangan batubara wajib membangun prasarana jalan khusus’.
“Jalan khusus ini lah yang seharusnya dijadikan jalur hauling atau pengangkutan batubara, bukan jalan umum. Saya tidak mengerti apa rasionalisasi DPRD kaltim yang bersikap toleran dengan usulan tukar guling itu,” ujarnya
Selanjutnya kata dia, menyerahkan jalan umum kepada perusahaan tambang sama saja mencabut paksa hak publik terhadap jalan. Sebab tukar guling hanya menguntungkan perusahaan, tidak untuk publik. Padahal DPRD itu harusnya memihak kepentingan publik, bukan perusahaan tambang.
Selain itu, terdapat penguasaan lahan oleh masyarakat pada rencana ruas jalan pengganti oleh PT Berau Coal baik yang berada dalam kawasan hutan maupun Areal Penggunaan Lain (APL).
“Hak masyarakat untuk menggunakan jalan, sebagai ruang publik, telah dilanggar oleh keputusan atau tindakan yang dilakukan oleh DPRD,” tutupnya****Tim