Tanjung Redeb, Derap News.com –
Status lahan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) belum memiliki dokumen kepemilikan yang jelas, sebab hingga saat ini status sertifikat lahan tersebut masih dalam proses penyelesaian. Sementara progres proyek pembangunan RSUD tersebut hampir rampung yang menelan anggaran ratusan miliar.
Semestinya, instansi pemerintah yang melaksanakan proyek pengadaan tanah bagi kepentingan umum, harus terlebih dahulu memenuhi segala kewajibannya dan menghormati proses hukum.
Menurut Pakar Hukum Internasional, Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH.MH
dalam penganggaran dan pencairan proyek pemerintah, status tanah memegang peranan penting karena berkaitan dengan kepastian hukum dan kelancaran pelaksanaan proyek. Status tanah yang jelas, terutama status kepemilikan dan perizinan, menjadi prasyarat untuk pengadaan tanah, pembebasan lahan, dan pembayaran ganti rugi.
Secara hukum terdapat peraturan yang mengatur secara khusus yakni UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum serta Perpres No.71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Pasal 7 ayat (1) UU No.2Tahun 2012 dikatakan, “Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan, Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Pembangunan Nasional/Daerah, Rencana Strategis; dan Rencana Kerja setiap instansi yang memerlukan tanah. Kemudian,Pasal 7 ayat (3) menyatakan, Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan
“Dengan melibatkan semua pihak terkait, pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat berjalan lebih lancar, adil, dan berkelanjutan’
“Ganti kerugian yang layak dan berkeadilan adalah satu-satunya pilihan bagi masyarakat sebagai pihak yang terdampak, maka hak-hak masyarakat tidak boleh dicederai oleh narasi kuasa yang dominan,” Ujar Prof. Sutan Nasomal melalui pesan WhatsApp, Sabtu ( 02/8/2025)
Dikatakannya, proyek pemerintah seharusnya menggunakan lahan yang status kepemilikannya jelas dan memiliki sertifikat yang sah. Hal ini penting untuk memastikan legalitas proyek, menghindari sengketa di kemudian hari, dan memperlancar proses perizinan serta pelaksanaan proyek.
Sertifikat tanah menjamin status kepemilikan yang sah dan melindungi hak-hak pemerintah sebagai pemilik lahan. Dengan adanya sertifikat, potensi sengketa lahan dapat diminimalisir, dan proyek dapat berjalan lancar tanpa khawatir akan klaim dari pihak lain.
“Dokumen kepemilikan yang jelas, termasuk sertifikat, sangat penting dalam proses perizinan proyek. Pihak berwenang akan lebih mudah memverifikasi legalitas lahan dan memberikan izin jika status tanah sudah jelas,” Ungkap Prof.
Dia menambahkan, penggunaan lahan yang jelas dan bersertifikat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek. Hal ini juga memudahkan proses bahwa lahan yang dibutuhkan benar-benar milik pemerintah.
Lahan yang tidak jelas status kepemilikannya seringkali menjadi sumber konflik. Dengan memastikan status lahan proyek sudah bersertifikat, pemerintah dapat menghindari potensi konflik dengan masyarakat atau pihak lain yang mengklaim kepemilikan.
“Hal ini penting dalam proses pengadaan tanah dan perhitungan anggaran proyek. Secara keseluruhan, memastikan lahan proyek pemerintah memiliki status yang jelas dan bersertifikat adalah langkah krusial untuk menjamin keberhasilan proyek, menghindari masalah hukum, dan menjaga kepentingan negara serta masyarakat,” tegas Prof. KH, Sutan Nasomal
Ia menyebut, begitu banyak kasus semacam ini yang melibatkan pejabat tinggi dan Kepala Daerah yang terungkap setelah mereka pensiun. Seharusnya menikmati masa tua, mereka justru harus berhadapan dengan proses hukum dan bahkan dipenjara. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang mereka nikmati selama menjabat ternyata hanya sementara dan berujung pada penderitaan. “Nikmat membawa sengsara”
Ungkapan ini menyiratkan pesan moral tentang pentingnya integritas dan kejujuran dalam menjalankan tugas dan jabatan. Kenikmatan yang diperoleh melalui cara yang tidak benar akan selalu membawa dampak negatif di masa depan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Lebih baik menjalani kehidupan dengan kejujuran dan integritas, meskipun mungkin kurang mewah, daripada menikmati kenikmatan sesaat yang berujung pada penderitaan yang berkepanjangan.
“Dengan demikian, ungkapan tersebut menjadi semacam peringatan bagi para pejabat untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan dan jabatan mereka, karena kenikmatan yang diperoleh dengan cara yang salah pada akhirnya akan membawa penderitaan,” tuntas Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH, MH