Derap News.id –
PT. Borneo sebagai perusahaan Tambang Batubara, bukan hanya melanggar aturan akan tetapi telah menginjak-nginjak seluruh instrumen aturan ketenagakerjaan dan bahkan telah melanggar hak-hak asasi manusia kuat dugaan seperti upaya perusahan tersebut mengarah pada unsur perbudakan, penyiksaan, perampasan kemerdekaan atau lainya serta diskriminasi sistematis terhadap karyawannya.
Perusahaan yang bergerak dengan pekerjaan beresiko tinggi Tambang Batu Bara jelas mengandung Bahan, Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) justru mengabaikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman sebagai mana yang diamantkan UU Nomor 13 tentang ketenaga kerjaan
Dari pantauan Derap News.id di
tempat perusahaan tersebut, para karyawan atau pekerja bahkan tidak memiliki BPJS Ketenaga kerjaan dan para pekerja bertahun-tahun bekerja selama ini hanya sebagai Buruh Harian Lepas (BHL) artinya kalau masuk kerja berarti dapat upah tidak masuk kerja tidak ada gaji hal sungguh memilukan, para pekerja benar-benar dijadikan perahan atau mesin pencetak uang demi keuangan perusahan tersebut
Padahal sebuah perusahaan punya tanggungjawab besar terhadap karya wan untuk keselamatan kerja.Di mana, potensi bahayanya dapat mengakibatkan terjadinya cedera bahkan bisa berujung pada kematian.
Salah seorang pemerhati kesejatraan dan keselamatan Buruh, yang tidak mau disebutkan namanya kepada Derap News.com mengatakan, pekerja diwajibkan untuk mengikuti standar operasional dan keselamatan kerja. Tujuannya, supaya pekerja tidak mengalami kejadian yang tidak diinginkan selama bekerja.
Oleh karena itu kata dia pekerja wajib dibekali dengan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Mulai dari; safety shoes, sarung tangan, helm, jaket, dan Sepatu Bot dan lain-lain oleh perusahan tersebut.
Selain itu, pekerja juga wajib diberikan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dari BPJS Ketenagakerjaan. Merupakan program perlindungan yang diberikan pada pekerja berupa uang tunai dan juga pertanggungan pengobatan ketika pekerja mengalami kecelakaan saat bekerja atau penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan kerja.
“Program ini bertujuan untuk memberikan jaminan pelayanan dan santunan kepada pekerja yang mungkin mengalami kecelakaan ketika menuju, menunaikan, dan selesai menunaikan pekerjaannya, serta berbagai penyakit yang ada hubungannya dengan pekerjaan.
an, dan lain sebagainya,”.
“Tapi yang terjadi PT. Borneo Hitam, sangat bertolak belakang dengan ketentuan aturan yang berlaku,” ujarnya
Dia menyebutkan diera digitalisasi semakin canggi justru masih ada perusahan yang biadab dalam memperlakukan karyawannya dengan semena-mena. Dikataanya bahkan kuat dugaan perusahan tersebut tidak memikirkan Izin usah ( Ilegal)
Pasal 108 Keenam Peraturan Perusahaan ayat (1) : ‘Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk’. Ayat (2) : Merupakan ‘Kewajiban atau keharusan pengusaha tersebut,” pungkasnya
Selanjutnya jelas dia hal yang sangat krusial ditemukan diperusahaan tersebut diduga, tidak memiliki, Kontrak Kerja merupakan perjanjian antara pekerja dengan pengusaha dengan memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak sebagaimana termaktub Pernyataan perjanjian kerja dalam Undang-Undang atau UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
“Termasuk di dalamnya mengatur apabila terjadi pelanggaran perusahan terhadap undang-undang ini. Seperti pelanggaran hukum lain, pelanggaran dalam UU ketenagakerjaan tidak lepas dari sanksi atau hukuman dan denda.
“Pelanggaran dalam UU ketenagakerjaan terbagi ke dalam pelanggaran administratif dan pelanggaran pidana” jelasnya
Lebih jauh Ia mengungkapkan, bahwa
sanksi bagi perusahaan yang melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan dapat berupa pidana penjara, kurungan, dan/atau denda.
Sanksi pidana tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada pekerja yang selama terzalimi oleh perusahaan biadab tersebut
Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada perusahaan yang melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan,
Pengusaha yang melakukan pelanggaran hukum atau kejahatan, Sanksi pidana penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp 500 juta.
Pengusaha yang tidak memberikan pesangon sebesar dua kali ketentuan, uang penghargaan, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan,
Sanksi pidana denda maksimal Rp 50 juta.
Pengusaha yang memungut biaya penempatan tenaga kerja oleh perusahaan penempatan kerja Sanksi pidana penjara paling lama empat tahun dan denda maksimal Rp 400 juta.
Pengusaha yang membayar upah lebih rendah dari ketentuan upah minimum Sanksi pidana penjara paling lama empat tahun dan denda maksimal Rp 400 juta.
Pengusaha yang tidak membayar upah kepada pekerja yang tidak bekerja disebabkan karena sakit, cuti haid, menikah, menikahkan, melahirkan, keguguran, anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, menjalankan ibadah, Sanksi pidana penjara paling lama empat tahun dan denda maksimal Rp 400 rupiah.
“Menakar begitu banyaknya sebuah pelanggaran aturan, bahkan ada indikasi pelanggaran hak asasi manusia yang telah dilakukan CV, Mitra Logam Sejahtera. Dengan berbagai pelanggaran perusahaan tersebut apakah pemilik perusahaan punya rasa kemanusaan ?
“Tentunya melihat fakta ini, saya akan segera melakukan konfirmasi terhadap beberapa instasi terkait terutama Dinas Ketenagakerjaan paling bertanggung jawab. Dan dalam waktu dekat kami akan gandeng para penegak hukum melakukan tinjauan serius terhadap pengusaha tersebut,” imbuhnya
Selain itu PT Emas Hitam yang notabene masuk dalam daftar perusahaan besar benar-benar telah mengabaikan seluruh instrumen aturan. Bekas galian tambang batubara memang sangat rentan menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitar. Lubang bekas tambang yang tak direklamasi dapat menjadi tempat yang berbahaya, seperti lubang yang dalam, terkontaminasi logam berat, dan bahkan sering menjadi penyebab kematian karena tenggelam.
Air di lubang bekas tambang juga dapat bersifat asam, sehingga membahayakan kesehatan jika digunakan untuk keperluan sehari-hari atau dikonsumsi.
Menurut seorang warga yang tidak ingin namanya dipublis kepada Media ini mengatakan, air di lubang bekas tambang sering terkontaminasi logam berat (seperti mangan, besi, merkuri, dll.) dan zat kimia berbahaya lainnya, sehingga mencemari sumber air dan t
Air yang mengandung logam berat dan zat kimia berbahaya dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti gangguan saraf, gangguan ginjal, dan gangguan hati.
“Dampak Ekonomi dan Sosial:
Bekas galian tambang dapat mengurangi nilai lahan, merusak ekosistem, dan menyebabkan konflik sosial antara masyarakat dengan perusahaan tambang,” ujarnya
Dikatakannya, UU Minerba mewajibkan perusahaan untuk melakukan reklamasi dan pemulihan lahan setelah kegiatan pertambangan berakhir. Reklamasi ini mencakup berbagai kegiatan, termasuk penutupan lubang bekas tambang dan penanaman kembali lahan.
Perusahaan juga diwajibkan untuk menyetor dana jaminan reklamasi dan pascatambang yang akan digunakan untuk pembiayaan kegiatan tersebut.
Peraturan Pemerintah (PP):
PP No. 78 Tahun 2010 memberikan rincian lebih lanjut tentang kewajiban reklamasi, termasuk jangka waktu pelaksanaan dan standar reklamasi.
“Peraturan reklamasi tambang tertuang di dalam Pasal 161 B ayat (1) UU No 3 Tahun 2020. Adanya undang-undang ini akan mewajibkan seluruh perusahaan menutup lubang-lubang bekas galian,” jelasnya
Ia menambahkan, selain itu ada pula Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sementara pada Pasal 161B ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 mengatur bahwa setiap orang yang IUP atau IUPK-nya dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi dan/atau pascatambang, akan dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
“Pasal 180 (1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyampaikan rencana dan biaya pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat sebagai bagian dari RKAB kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan,” ungkapnya
Selanjutnya jelas dia, perusahaan tambang wajib melakukan reklamasi lahan bekas tambang setelah kegiatan penambangan selesai, termasuk menutup lubang bekas tambang, menanami kembali lahan, dan memperbaiki kualitas air.
Pemerintah perlu melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan penambangan, termasuk reklamasi lahan bekas tambang, untuk memastikan perusahaan tambang mematuhi peraturan dan standar yang berlaku.
“Lubang-lubang bekas tambang ini, yang seringkali tidak direklamasi, tidak hanya merusak pemandangan, tetapi juga mengancam keselamatan masyarakat sekitar tersebut,”tegasnya
Oleh karena dia mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindak tegas para pelaku tambang yang tidak bertanggung jawab, semata-mata hanya mementingkan dirinya dan kelompoknya, sebaliknya tidak melihat keselamatan orang banyak akibat akitivitas yang dilakukakannya.

Dalam hali ini untuk menghadapi dampak negatif industri tambang, serta memastikan bahwa keuntungan ekonomi dari tambang tidak lagi hanya dinikmati oleh segelintir pihak, tetapi juga membawa manfaat bagi masyarakat luas.
“Diharapkan dapat mendorong adanya kebijakan yang lebih adil dan berkelanjutan dalam pengelolaan industri tambang di Tanjung Redeb sehingga generasi mendatang tidak lagi harus menanggung beban kerusakan lingkungan yang ditinggalkan oleh aktivitas tambang saat ini,” pungkasnya**** Tim
Nantikan berita berikutnya semakin Hot🔥