Tanjung Redeb, Derap News.com –
Konflik agraria antara PT. Tanjung Redeb Hutani (TRH) dan kelompok tani Desa Maluang, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau menuai sorotan karena adanya perbedaan kepentingan dalam penguasaan dan pemanfaatan lahan.
Terutama pihak PT. TRH yang diduga berupaya memperluas lahan usahanya, yang seringkali berbenturan dengan hak-hak masyarakat tani yang telah lama menggarap atau memiliki lahan tersebut.
Hal ini berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat, kelestarian lingkungan, dan keberlanjutan ekonomi rakyat. Sengketa lahan yang berlarut-larut tidak hanya dapat memicu konflik horizontal, tetapi juga menghambat program pembangunan nasional, termasuk reforma agraria.
Perseteruan terkait klaim kepemilikan lahan di kilometer 28 Jalan Poros Bulungan, Kampung Maluang, hingga kini belum menemukan titik terang. Pertemuan dilaksanakan Pada hari Kamis, 24/7/2025
Warga yang tergabung dalam kelompok tani mengatakan, bahwa mereka telah menggarap lahan tersebut selama bertahun-tahun telah
menanam kelapa sawit. Sementara pihak PT. TRH mengklaim bahwa area tersebut termasuk dalam wilayah konsesi yang dikelola perusahaan.
Salah seorang warga Mali, menuturkan, bahwa pihaknya dan warga lain memiliki bukti legal berupa peta dan dokumen yang menunjukkan bahwa lahan tersebut tidak termasuk dalam wilayah konsesi TRH.
Dikatakannya bahwa lahan tersebut sebelumnya dikelola oleh PT Rejo Sari Bumi (HPH) dan telah diserahkan kepada masyarakat sejak tahun 200.
“Penerbitan HGU yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, atau tanpa melibatkan pemerintah dan masyarakat setempat, dapat menyebabkan tumpang tindih kepemilikan. Kami sudah lama mengelola lahan ini,” tutur Mali
Sementara itu salah satu internal PT. TRH berinisial ADT, menyebutkan, bahwa kebun sawit itu haram membuat suasana semakin memanas, karena memang pernyataan itu tidak semestinya dikeluarkan apalagi yang mengatakan pihak perusahaan. Ini sebuah blunder atau kesalahan besar yang memalukan yang disebabkan oleh kecerobohan.
Perlu diketahui petani sawit adalah pemasok devisa terbesar di negara ini. Industri kelapa sawit, yang melibatkan petani, memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, terutama sebagai penyumbang devisa negara. Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia, dan ekspor produk sawit memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara.
Menanggapi pernyataan konyol pihak internal PT. TRH tersebut, Mali mengatakan, sebagai pahlawan devisa, para petani kelapa sawit tidak banyak menuntut. Mereka hanya ingin agar kerja keras nya dihormati dan dihargai oleh para pengambil kebijakan. Selain itu, Pemerintah diharapkan mampu tampil sebagai regulator yang selalu menunjukan keberpihakan dan kecintaan nya kepada para petani.
“Keheroikan petani kelapa sawit dalam meningkatkan produksi untuk menjaga kestabilan akan kebutuhan minyak nabati dunia, patut kita teladani. Dan pihak PT. TRH harus klarifikasi pernyataannya terkait sawit itu haram,”
“Petani tidak pernah menuntut untuk dapat pengakuan sebagai pahlawan nasional. Yang mereka lakukan hanyalah berbuat baik bagi sesama warga negara agar rekan-rekan sebangsa nya tetap terjaga kebutuhan bahan pangan dan ketertiban negara, itu utama nya,” ungkap Mali
Pantauan Derap News. com di lokasi kedua pihak sepakat menunda segala bentuk tindakan lanjutan hingga dilakukan pertemuan lanjutan dengan menghadirkan ahli ukur tanah. Verifikasi titik koordinat secara akurat diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengklarifikasi batas kepemilikan lahan masing-masing pihak.
Meski belum ada penyelesaian, warga Desa Maluang menegaskan komitmennya untuk terus mempertahankan lahan yang telah mereka garap selama bertahun-tahun. Mereka berharap pemerintah daerah dan instansi terkait bersikap adil dan tidak berpihak dalam menyelesaikan konflik ini.
Harapan warga sederhana, PT TRH harus menghormati upaya dan hak masyarakat petani Desa Maluang yang telah menggantungkan hidupnya dari hasil berkebun, khususnya dari tanaman sawit.*“