Tenggarong, Derap News.com –
Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menerima audensi warga dan lembaga Adat terkait konflik lahan antara Masyarakat Hukum Adat Lingkar HGU PT Budi Duta Agromakmur (BDAM).
Setelah sempat menggelar aksi unjuk rasa di halaman Kantor Bupati Kukar, warga adat akhirnya diterima secara resmi oleh Bupati Kukar dr. Aulia Rahman Basri.
Audiensi yang berlangsung di Ruang Rapat Rumah Jabatan Bupati Kukar itu dihadiri perwakilan Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur, Lembaga Adat Dayak Kukar, serta Kelompok Tani Tunas Harapan dari Kelurahan Jahab.
Mereka menyampaikan aspirasi dan mendesak Pemkab Kukar mengambil langkah konkret atas aktivitas PT BDA yang dinilai merugikan masyarakat.
Warga juga menyoroti ketimpangan penegakan hukum dalam konflik tersebut. Laporan dari warga dianggap lambat diproses, sementara laporan dari pihak perusahaan cenderung diprioritaskan.
Dalam kesempatan itu Bupati Aulia Rahman Basri menyampaikan, bahwa Pemkab akan berkomitmen memperjuangkan hak-hak masyarakat secara adil dan menyeluruh.
“Percayakan kepada kami, kita akan mencari jalan keluar yang terbaik untuk kita semua dan utamanya untuk kesejahteraan warga Kutai Kartanegara, yaitu bapak ibu sekalian. Tetap bersama, tetap bersatu, dan mudah-mudahan sebagaimana yang disampaikan tadi, kita akan memperjuangkan hak-hak yang seharusnya menjadi hak-hak bapak ibu sekalian,” uj
Sebelumnya , warga sempat menggelar aksi demonstrasi pada Senin (4/8/2025) di pelataran Kantor Bupati Kukar.
Mereka menuntut pencabutan izin usaha perkebunan (IUP) milik PT BDA yang dituding telah menelantarkan lahan dan menggusur kebun milik warga tanpa kompensasi yang layak.
Sekretaris Tim Penuntut Hak Masyarakat Hukum Adat Lingkar HGU PT BDA, Thomas Fasenga, menyebutkan bahwa PT BDA hanya memberikan ganti rugi tanam tumbuh seluas 200 hektare di awal pembukaan lahan, tanpa kelanjutan.
Akibatnya, masyarakat merasa hak mereka dilanggar dan menarik kembali klaim atas lahan yang ditelantarkan.
“Warga masyarakat yang ada di lingkar HGU ini mengalami kerugian yang sangat besar karena lahan mereka digusur oleh PT BDA. Jadi digusur ini kebun-kebun mereka tidak diperhitungkan, itu yang membuat warga merasa geram,” ungkap Thomas.
Ia menyebut PT BDA hanya sempat memberikan ganti rugi tanam tumbuh seluas sekitar 200 hektare pada awal pembukaan lahan, namun setelah itu tidak ada tindak lanjut.
“Masyarakat mengira akan dilanjutkan sesuai progres pembukaan lahan, tapi kenyataannya hanya 200 hektare itu yang diganti. Karena tanah dibiarkan, masyarakat menarik kembali,” jelasnya.
Lebih lanjut, Thomas menyatakan bahwa status HGU perusahaan tersebut cacat hukum dan tidak memenuhi prinsip clear and clean.
Kalau tidak clear and clean, HGU itu tidak bisa diterbitkan. HGU 09 itu bermasalah, cacat hukum,” tegasnya.
Selain itu, DPRD Kaltim dan DPD RI disebut telah merekomendasikan penghentian seluruh aktivitas PT BDA di area HGU 01 Sungai Payang. Namun, aktivitas land clearing dan penanaman masih terus berjalan****
(Jenny Roland)